Hal itu disampaikan dia dalam peringatan Seabad Mr Sjafruddin, yang digelar di ruang Chandra, Gedung Bank Indonesia (BI), Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (28/2/2011), malam. Hadir dalam acara itu sejumlah petinggi lembaga negara seperti Ketua MPR, Ketua DPR, Ketua DPD, dan Ketua MK.
Sebaliknya, sebagai penerus Mr Sjafruddin di BI, Boediono berbicara mengenai peran ekonomi yang dimainkan oleh Mr Sjafruddin pada eranya. Ia memaparkan panjang lebar mengenai kebijakan "Gunting Sjafruddin" yang dikeluarkan oleh Mr Sjafruddin pada tahun 1950. Boediono melihat kebijakan tersebut memang perlu dilakukan kala itu.
"Saya sebagai ekonom melihat merasakan pada saat itu situasinya memerlukan gunting ini. Pada saat itu jumlah uang beredar cukup banyak, tidak ada yang mengendalikan, akibatnya harga meningkat," urai Boediono.
Namun, di luar aspek ekonomi tersebut, Boediono mengatakan, Mr Sjafruddin telah memberikan suri tauladan yang baik bagi bangsa Indonesia. Mr Sjafruddin telah memberikan sumbangsih yang tiada tara dalam perjalanan bangsa ini.
"Beliau punya kejujuran yang tinggi dan semacam keberanian moral untuk sampaikan yang benar itu benar, yang salah itu salah. Beliau juga adalah seorang yang hatinya didasari keadilan. Kalau kita baca jangan pernah kehilangan obyektifitas meskipun terhadap mereka yang tidak kita sukai," cetus Boediono.
Boediono sependapat, jasa-jasa Mr Sjafruddin yang teramat besar terhadap bangsa dan negara ini belum mendapat penghargaan yang sepantasnya. Selanjutya, pemerintah akan mengambil langkah-langkah untuk memberikan penghargaan yang terbaik bagi Mr Sjafruddin.
"Saya ingin sampaikan selamat ultah pada Mr Sjafruddin. Semoga bapak diterima oleh Allah di tempat yang sebaik-baiknya. Dan semoga bisa memberikan terus pada kami semua suri tauladan yang bapak berikan bisa kita laksanakan sebaik-baiknya," tutup Boediono.
Mr Sjafruddin lahir di Serang, Banten, 28 Februari 1911, merupakan anak dari seorang jaksa bernama Arsyad Prawiraatmadja. Ia menempuh pendidikan di ELS pada tahun 1925, MULO di Madiun tahun 1928, dan AMS Bandung tahun 1931. Pendidikan tingginya adalah Rechtshogeshool Jakarta (sekarang Fakultas Hukum Uviversitas Indonesia) tahun 1939 dan berhasil meraih Meesterning de Rechten (Magister
Hukum).
Mr Sjafruddin menjadi anggota Badan Pekerja KNIP (1945), yang bertugas mempersiapkan garis besar haluan negara RI sebelum merdeka. Pada saat Agresi Militer Belanda ke II tahun 1948, pemerintah RI di bawah Presiden Soekarno dan Wapres Mohamad Hatta di Yogyakarta jatuh dan keduanya diasingkan. Mr Sjafruddin ditugasi untuk mendirikan PDRI yang berpusat di Sumatera.
Setelah disepakatinya perundingan Roem-Royen, yang mengakhiri upaya Belanda sekaligus membebaskan Soekarno-Hatta, diadakan sidang antara PDRI dengan kedua tokoh proklamasi itu pada 13 Juli 1949. PDRI menyerahkan mandatnya kepada pemerintah RI hari itu juga.
Mr Sjafruddin adalah pejabat menteri keuangan pertama RI. Setelah PDRI yang diketuainya menyerahkan mandat, ia sempat diangkat sebagai Wakil Perdana Menteri pada tahun 1949. Ia kembali diangkat menjadi Menkeu di kabinet Hatta pada Maret 1950 dan menelurkan kebijakan yang cukup terkenal saat itu, yakni pengguntingan uang dari nilai Rp 5 ke atas (Gunting Sjafruddin).
Ia diangkat menjadi Gubernur BI setelah itu. Pada akhirnya, Mr Sjafruddin bergabung dengan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera. Gerakan ini adalah sebagai bentuk protes terhadap kepemimpinan Presiden Soekarno di Jakarta. Mr Sjafruddin sempat dipenjara oleh Soekarno tanpa proses pengadilan.
Mr Sjafruddin meninggal pada 15 Februari 1989 di Jakarta. Pada masa tuanya, ia masih sempat ikut dalam gerakan petisi 50, yang menentang kebijakan orde baru. Untuk mengenang PDRI, akhirnya melalui surat keputusan No 28/2006, presiden menetapkan setiap tanggal 19 Desember sebagai Hari Bela Negara. (irw/ape)(detikcom)